4 Tahap Cara Cek Kanker Testis

Posted by Unknown on Saturday, 30 November 2013

Buat kaum pria, memiliki tetis yang sehat sudah menjadi keharusan.

Sebab, testis bekerja untuk memproduksi hormon seks dan sperma untuk reproduksi. Karenanya, kesehatan testis pun sangat penting.


Tapi sebuah penelitian menunjukkan bahwa 96 persen laki-laki yang terdiagnosis kanker testis, ternyata bisa bertahan hidup. Oleh karena itu, kaum pria disarankan agar rutin melakukan pemeriksaan sendiri untuk mendeteksi kemungkinan munculnya kanker testis.

Tanda-tanda atau gejala kanker testis seperti pembesaran atau benjolan di testis, rasa nyeri di perut atau selangkangan, rasa sakit atau tidak nyaman di testis atau skrotum, serta skrotum terasa berat. Jika gejala-gejala ini sudah terasa lebih dari 2 minggu, sebaiknya segera hubungi dokter.

"Setiap laki-laki harus memeriksa testis mereka sendiri, setidaknya sekali sebulan setelah mandi air hangat. Sebab panas menyebabkan skrotum lebih rileks, sehingga akan lebih mudah untuk menemukan sesuatu yang tak biasa," kata Dr Simon Chowdhury, konsultan onkologi medis di London Bridge Hospital seperti dilansir laman Female First, Minggu (4/5).

Lantas bagaimana memeriksa sendiri testis yang kita punyai? Dr Chowdhury memiliki empat cara.

Pertama, tahan kedua testis di telapak tangan anda untuk membandingkan berat yang sama. Testis masih bisa dikatakan normal jika satu testis lebih besar atau turun lebih jatuh dibandingkan yang lain.

Kedua, gunakan ibu jari dan telunjuk untuk memeriksa kemungkinan adanya benjolan keras sedikit pembesaran pada testis.

Ketiga, mintalah pasangan anda untuk ikut memeriksa testis anda. Sebab, keberadaan pihak kedua cenderung mendorong anda untuk melakukan sesuatu jika memang ada masalah.

Keempat, jika anda menemukan benjolan atau sesuatu yang tampaknya tak biasa bagi anda, segera konsultasikan pada dokter.

sumber
jpnn.com
Selengkapnya Tentang4 Tahap Cara Cek Kanker Testis

6 Manfaat Membaca Buku untuk Kesehatan Tubuh

Posted by Unknown on Friday, 29 November 2013

Membaca buku selama ini diketahui dapat membuat pembacanya menjadi berwawasan lebih luas dan lebih pintar.

Namun nyatanya, rutin membaca buku juga memberi manfaat terhadap kesehatan tubuh anda.


Bisa Meringankan depresi

Sebuah studi yang diterbitkan awal tahun ini dalam jurnal PLoS ONE juga menunjukkan bahwa membaca buku yang dikombinasikan dengan sesi dukungan tentang bagaimana menggunakannya, berhubungan dengan penurunan tingkat depresi setelah satu tahun dibandingkan dengan pasien yang hanya menerima perawatan biasa.


Berikut 6 manfaat sehat membaca buku:


1. Mempermudah membaca pikiran dan perasaan orang lain

Sebuah studi yang dirilis awal bulan ini menunjukkan bahwa menikmati bacaan sastra dapat membantu memperkuat kemampuan anda untuk membaca pikiran. Studi yang diterbitkan dalam jurnal Science ini menunjukkan bahwa membaca karya sastra seperti fiksi dapat memupuk keterampilan yang dikenal sebagai teori pikiran, yaitu kemampuan untuk membaca pikiran dan perasaan orang lain.

2. Membuat rileks

Sedang stres? Ambillah sebuah buku novel. Penelitian yang dilakukan pada tahun 2009 di Mindlab Internasional, University of Sussex, menunjukkan bahwa membaca adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi stres, bahkan mengalahkan aktivitas seperti mendengarkan musik, menikmati secangkir teh atau kopi, dan berjalan-jalan.

"Tidak peduli buku apa yang anda baca, asyik membaca dapat menghilangkan kekhawatiran dan tekanan dari luar," kata peneliti, Dr David Lewis, seperti dilansir laman Huffington Post, Kamis (28/11).

3. Menjaga otak tetap tajam

Penelitian yang diterbitkan di jurnal Neurology menunjukkan bahwa rajin membaca buku membantu menjaga otak anda tetap tajam bahkan ketika usia anda menua. Penelitian tersebut menemukan bahwa mereka yang terlibat dalam kegiatan perangsang mental seperti membaca di kemudian hari dalam hidupnya mengalami penurunan daya ingat lebih lambat dibandingkan dengan mereka yang tidak.

"Studi kami menunjukkan bahwa melatih otak penting untuk kesehatan otak di usia tua. Berdasarkan hal ini, kita tidak boleh meremehkan efek dari kegiatan sehari-hari, seperti membaca dan menulis," kata penulis studi, Robert S. Wilson, PhD, dari Rush University Medical Center, Chicago.


4. Mencegah penyakit Alzheimer

Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Proceeding of National Academy of Sciences pada tahun 2001, orang dewasa yang hobi melakukan aktivitas terkait otak, seperti membaca atau bermain teka-teki, cenderung jarang memiliki penyakit Alzheimer.

5. Membantu tidur lebih baik

Banyak ahli merekomendasikan melakukan beberapa aktivitas sebelum tidur untuk membantu menenangkan pikiran dan memberi isyarat tubuh anda untuk menutup mata. Nah, membaca dapat menjadi salah satu cara yang baik. Ini sebabnya menyediakan sebuah buku di sebelah tempat tidur akan jauh lebih baik jika dibandingkan dengan meletakkan laptop atau gadget lain.

6. Membuat anda lebih berempati

Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal PLoS ONE, membaca sebuah karya fiksi dapat meningkatkan empati anda. Para peneliti di Belanda mengungkapkan bahwa orang-orang yang secara emosional terbawa oleh karya fiksi mengalami peningkatan dalam rasa empati dalam dirinya meski tak ia sadari.

"Kami menemukan bahwa membaca buku memiliki dampak klinis yang signifikan dan temuan ini sangat menggembirakan," kata penulis studi, Christopher Williams, dari University of Glasgow.

sumber
jpnn.com
Selengkapnya Tentang6 Manfaat Membaca Buku untuk Kesehatan Tubuh

Hati-Hati Baca Tulis Email Bisa Ganggu Kesehatan

Posted by Unknown on Thursday, 28 November 2013

Tak sedikit orang mengalami gangguan sleep apnea atau berhenti bernafas saat sedang tidur.

Gangguan serupa bisa juga menyerang saat sedang menerima, membaca, atau menulis email. Diperkirakan 80 persen orang pernah mengalami email apnea.


Pada sleep apnea, henti napas yang dialami bisa menyebabkan pasokan oksigen berkurang. Dampaknya bagi kesehatan dalam jangka pendek adalah mengurangi kualitas tidur.

Sedangkan dalam jangka panjang bisa memicu berbagai penyakit mulai dari kegemukan hingga gangguan jantung.

Adam Clark Estes, seorang blogger menulis di Gizmodo bahwa ia mengalami masalah serupa. Bukan saat tidur, melainkan saat sedang serius mengetik email. Ia pun khawatir, dampaknya dalam jangka panjang akan sama bahayanya seperti pada sleep apnea.

"Saya kadang masuk sedikit ke zona itu (henti napas). Geleng kepala dan beberapa tarikan nafas, saya kembali seperti semula. Tapi beberapa menit kemudian, kepala kembali berat. Lagi-lagi, saya lupa bernapas," kata Adam seperti dilansir laman Daily Mail, Senin (25/11).

Seorang mantan eksekutif di perusahaan teknologi terkemuka Apple, Linda Stone menyebut kondisi ini dengan istilah email apnea. Kondisi ini mengaktifkan Sympathetic Nervous System (SNS), dengan gejala pupil membesar, denyut jantung meningkat, pembuluh darah di wajah melebar, kaki gelisah, dan keringat berlebih.

Untuk mengatasinya, Linda juga memberikan sejumlah saran. Di antaranya adalah dengan membangun kesadaran untuk tetap bernapas saat sedang mengetik email, atau mengerjakan hal lain dalam keadaan sangat serius. Menurutnya, kesadaran adalah langkah pertama untuk menghindarinya.

sumber
jpnn.com
Selengkapnya TentangHati-Hati Baca Tulis Email Bisa Ganggu Kesehatan

5 Mitos Tentang Kesehatan Pribadi

Posted by Unknown on Wednesday, 27 November 2013

KOMPAS.com - Hasil riset dari para pakar bisa menjadi referensi kesehatan pribadi.

Bisa berkaitan dengan kesehatan personal, atau keluarga terutama anak-anak.

Lima studi terbaru berikut ini bisa menjadi salah satu pilihan referensi menemukan fakta termasuk menangkal mitos yang berkembang selama ini.


Catatan pentingnya, dari setiap studi jika muncul korelasi, sebaiknya tidak dipahami sebagai hubungan sebab akibat.
Artinya, kalau hasil studi menemukan adanya korelasi antara dua hal, bukan berarti satu hal menyebabkan hal lainnya.

1. Jurnal perilaku adiktif: Olahraga bantu ibu hamil berhenti merokok.
Studi terdahulu mengungkapkan olahraga bisa mengatasi kecanduan nikotin, namun masih belum jelas apakah temuan ini juga berlaku untuk ibu hamil.

Studi terbaru dari Kanada memberikan jawabannya. Studi ini mengungkapkan dengan jalan kaki 15 sampai 20 menit, dengan fase ringan hingga sedang, bisa membantu menangkal kecanduan.

Untuk menghasilkan temuan ini, para peneliti melibatkan 30 wanita hamil pada trimester ketiga, yang merokok lebih dari lima batang rokok sehari dan tidak berolahraga rutin.

2. Jurnal pediatrik: ASI ditambah makanan padat bisa mencegah alergi?
Alergi makanan pada anak menjadi perhatian serius para orangtua di Amerika. Banyak orangtua berupaya mencari pencegahannya.

Studi terbaru mengungkapkan bayi yang menyusu dan mulai mengonsumsi makanan padat, lebih terlindungi dari bahaya alergi makanan.

Para peneliti menemukan insidensi alergi makanan yang lebih rendah pada bayi ASI yang mulai makan makanan padat. Mereka menerangkan bahwa jika balita mencerna makanan padat dan ASI, sistem imun tubuh mereka memahami bahwa makanan padat tersebut aman untuk tubuh.

"Teori saya, jika makanan yang menjadi alergen (pencetus alergi) tidak masuk ke tubuh bersamaan dengan ASI, maka ASI tidak bisa mengedukasi sistem imun tubuh," ungkap ketua tim peneliti Kate Grimshaw, spesialis alergi di Universitas Southampton.

3. Jurnal sains: pria hanya butuh dua gen untuk bereproduksi.
Ahli biologi sejak lama menyatakan kromosom Y menjadi penentu jenis kelamin pria dalam proses reproduksi. Namun masih banyak yang bisa dipelajari dari kromosom Y ini.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa pria hanya butuh dua gen dari kromosom Y untuk bisa membuahi sel telur, demi memiliki keturunan.

Meski penelitian ini baru terbukti pada tikus jantan, para peneliti merasa yakin temuan ini bisa membantu pria yang sedang menjalani terapi kesuburan. Dengan menyuntikkan hanya dua gen saja dari kromosom Y, pria yang mengalami masalah infertilitas karena tidak bisa memproduksi sel sperma sehat, berkesempatan memiliki anak.

"Hanya dua gen dari kromosom Y yang diperlukan untuk memiliki anak dengan bantuan dalam proses reproduksi," jelas peneliti, Monika Ward, ahli biologi reproduksi di University of Hawaii, Honolulu.

Meski begitu, Ward mengatakan bukan berarti gen lain pada kromosom Y, tidak berguna. Untuk reproduksi normal, seluruh kromosom barangkali diperlukan.

"Kami tidak bermaksud menghilangkan kromosom Y pada pria. Kami hanya ingin mengetahui berapa banyak kromosom Y yang diperlukan dan peruntukannya," jelas Ward.

4. Jurnal komputasi biologi PLOS: menunggu rasa sakit lebih menyakitkan.
Tidak ada satu pun orang yang nyaman dengan rasa sakit. Namun, saat kita tahu rasa sakit itu akan datang, biasanya kita ingin segera mengakhirinya secepat mungkin.

Para peneliti di London melakukan dua eksperimen sederhana melibatkan 35 relawan. Eksperimen ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana rasa sakit memengaruhi seseorang dalam membuat keputusan. Partisipan studi ini diminta untuk memilih kapan mereka ingin menerima kejutan listrik dengan intensitas bervariasi.

Kebanyakan partisipan lebih memilih mengalami kejutan listrik sesegera mungkin dibandingkan menundanya lebih lama. Bahkan, partisipan lebih memilih kejutan listrik lebih kuat dengan catatan durasinya lebih cepat.

"Mengantisipasi rasa sakit sangat tidak menyenangkan, ketimbang rasa sakit itu sendiri," para peneliti menyimpulkan.

5. Jurnal PLOS ONE: otak kiri tak selalu berkaitan dengan kemampuan menganalisa.
Seringkali, kepribadian seseorang dikaitkan dengan fungsi otak kiri atau kanan yang lebih kuat. Ketika seseorang tidak memiliki kemampuan analisa tinggi atau kurang detil dalam melakukan sesuatu, ia dianggap memiliki kelemahan dengan otak kirinya. Sedangkan saat seseorang kreatif, otak kanan selalu menjadi kebanggaan.

Peneliti di University of Utah menyatakan seseorang tidak memiliki otak kiri lebih kuat atau otak kanan lebih kuat, atas kemampuan berpikirnya yang tajam atau kreativitasnya yang tinggi.

Untuk membuktikannya, para peneliti saraf memindai otak 10.000 orang usia 7-29 tahun untuk menemukan hipotesis yang lebih baik. Hasilnya, mereka tidak menemukan bukti yang bisa menguatkan mitos otak kanan dan otak kiri tersebut. Tidak ada bukti seseorang memiliki otak kanan lebih baik atau sebaliknya.

Aktivitas tertentu membuat salah satu otak Anda bekerja lebih keras daripada otak satunya.

"Komunitas sains saraf tidak pernah menerima anggapan bahwa otak kiri lebih dominan atau otak kanan lebih dominan terkait kepribadian seseorang. Kenyataanya adalah sangat tidak efisien ketika satu sisi otak secara konsisten lebih aktif dibandingkan sisi satunya," terang ketua tim peneliti Jeff Anderson.

Sumber :
http://health.kompas.com/
Selengkapnya Tentang5 Mitos Tentang Kesehatan Pribadi

Mendengarkan Musik Bisa Kuatkan Jantung

Posted by Unknown on Tuesday, 26 November 2013

Sebuah studi tentang musik hanya mengaitkannya sebagai salah satu obat bagi gangguan psikologis atau mental pada seseorang.

Namun baru-baru ini sebuah studi menemukan manfaat lain dari mendengarkan musik, yaitu memperkuat jantung dan mempercepat pemulihan pasien jantung.


Hal ini telah dibuktikan dari penelitian yang membagi 74 pasien penyakit kardiovaskular menjadi tiga kelompok.

Kelompok pertama diikutkan dalam sebuah kelas aerobik selama tiga minggu. Kelompok kedua diminta mendengarkan musik kesukaan mereka selama 30 menit sehari.

Sedangkan kelompok ketiga hanya diminta mendengarkan musik dan tidak melakukan latihan kardiovaskular yang biasanya direkomendasikan untuk pasien jantung.

Di akhir percobaan, para partisipan yang diminta mendengarkan musik sembari berolahraga memperlihatkan peningkatan fungsi jantung secara signifikan. Kapasitas olahraga mereka pun bertambah hingga 39 persen.

Tapi bila dibandingkan dengan kelompok partisipan yang hanya melakukan aerobik, kapasitas olahraga mereka hanya bisa mencapai 29 persen.

Sedangkan pada partisipan yang tidak berolahraga dan hanya mendengarkan musik favorit mereka selama setengah jam perhari, peningkatan fungsi olahraga mereka hanya mencapai hingga 19 persen.

Disamping fungsi jantung yang membaik, fungsi endothelium partisipan juga memperlihatkan peningkatan. Fungsi endothelium ini tak dapat diabaikan karena digunakan untuk mempertahankan respons vaskuler tubuh.

"Ketika mendengarkan musik yang kita sukai, endorfin akan dilepaskan dari otak dan hal ini meningkatkan kesehatan vaskuler. Tapi perlu diingat jika tak ada musik terbaik bagi setiap orang, yang terpenting adalah apa yang mereka sukai dan membuat mereka bahagia," kata Prof Delijanin Ilic, dari Institute of Cardiology, University of Nis, Serbia seperti dilansi lamanr Telegraph, Senin (23/9).

Prof Ilic mengaku kurang sepakat dengan studi-studi sebelumnya yang mengatakan bahwa ada sejumlah genre musik yang kurang bagus bagi kesehatan jantung, misalnya musik heavy metal yang cenderung dapat menambah stres, sedangkan musik opera atau klasik cenderung lebih mampu merangsang pelepasan hormon endorfin.

Namun meski studi ini hanya didasarkan pada kondisi para pasien jantung, Prof Ilic percaya jika temuannya dapat diaplikasikan pada masyarakat luas, yang terpenting mereka mendengarkan musik kesukaannya sendiri.

sumber
jpnn.com
Selengkapnya TentangMendengarkan Musik Bisa Kuatkan Jantung